07 April 2008

KeBENARan dan PemBENARan ?? apa sih tu ??

Anak-anakku, janganlah membiarkan seorang pun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar," (I Yohanes 3: 7)

Seorang atasan menyampaikan kepada bawahannya, "Si A itu orang yang sulit diatur, selalu saja mengabaikan perintah, dalam bekerja
seringkali membuat kesalahan, lama-lama bisa saya PHK". Bawahannya yang diajak bicara menimpali, "Saya sependapat dengan Bapak, memang
dia itu bandel dan kurang cermat kerjanya", Namun ketika bertemu dengan teman-temannya, bawahan tadi mengatakan, "Enak saja si Bos itu, menilai orang sesuka hatinya, masa si A dikatakan sebagai orang yang sulit diatur, sebab sering mengabaikan perintah, seringkali membuat kesalahan. Padahal masalahnya kan ada pada si Bos sendiri; cara kerja
dia yang tidak terencana, mau menang sendiri dan semuanya minta serba cepat selesai". Sikap atasan dan bawahan yang demikian inilah yang sering kita jumpai dalam interaksi antar manusia.
Dari ilustrasi di atas, sikap atasan tersebut hanya berdasarkan sudut pandang, hak dan kekuasaannya saja. Nampaknya dia hanya
bertumpu pada apa yang dia lihat dan rasakan berkaitan dengan kepentingannya. Cara pandang demikian ini adalah sikap pembenaran
bukan "menegakkan kebenaran", Karena dia hanya melihat dari satu sisi saja. Sedangkan sikap bawahan tadi adalah sikap oportunis. Dia
tidak berani mengambil resiko untuk "menyampaikan pandangannya" kepada si Bos. Hanya berani "mengomel" kepada sesama bawahan saja.
Sikap inipun adalah sikap pembenaran atas cara pandang dia dalam menghadapi suatu masalah.
Lalu bagaimana dengan kebenaran yang ingin kita tegakkan,sebagaimana telah diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri? Untuk menegakkan kebenaran, dibutuhkan integritas yang tinggi, yang tidak lebih dari kejujuran. Kejujuran untuk mengatakan kebenaran atau dengan
kata lain menyesuaikan kata-kata kita dengan realitas. Integritas adalah memperlakukan semua orang dengan perangkat prinsip yang sama. Pada
mulanya orang mungkin tidak menghargai pengalaman konfrontasi yang jujur, yang mungkin menghasilkan integritas. Konfrontasi membutuhkan
keberanian besar, dan banyak orang lebih senang mengambil jalan yang paling aman, mengkritik, mengkhianati kepercayaan, atau berpartisipasi
dalam gosip tentang orang lain di belakang punggung mereka. Integritas juga berarti menghindari komunikasi apapun yang menipu, dan penuh akal bulus.Marilah kita melakukan refleksi dan koreksi din.

Sumber : sahabatsurgawi.com


Tidak ada komentar: